Minggu, 20 April 2014

DI MANA ALLAH ?


di mana Allaah?



Dimana Allah? Di langit? Di mana-mana? Atau kita dilarang menanyakan hal itu? Cekiprut mamen, penjelasan yang logis lagi berdasarkan dalil.

Bismillah, mamen banyak diantara kita yang mungkin belum tahu Allah itu dimana. Ada yang menjawab di langit, dimana-mana, ada yang mengatakan, “Allah tidak di atas, tidak juga di bawah, tidak di sebelah kanan tidak pula di sebelah kiri, tidak di barat tidak di timur, tidak di selatan tidak juga di utara.”ataupun ada yang menganggap pertanyaan seperti itu adalah terlarang.

Dimana mamen? Sebagian menjawab ada dimana-mana. Berarti Allah ada di kananmu, di kirimu, di masjid, di rumah, bahkan di dalam dirimu. Ini tentu tidak ada dasarnya maman, Allah itu Maha Besar, tidaklah mungkin ada di tempat-tempat seperti itu. Terlebih sangat batil jika mengatakan Allah ada dalam diri kita. Kita bukan Rosul, kita hanya makhluk yang penuh dosa tidak pantas menjadi tempat bagi Allah Yang Mahasuci. Mungkin yang beranggapan Allah ada dalam dirinya dia seperti menuhankan dirinya sendiri. Setan juga ada dalam diri kita. Emm, atau yang dimaksud ya setannya itu?

Oke, Allah ada dimana? Tidak di atas? Tidak di bawah? Tidak di sebelah kanan? Tidak di sebelah kiri? Tidak di barat ataupun timur? Tidak di utara maupun selatan? Lalu dimana? Apa artinya itu Allah tidak dimana-mana? berarti Allah tidak ada? Pernyataan seperti itu tentulah batil mamen, karena Allah itu ada.

Kalau ada yang menjawab Allah itu tidak terikat ruang dan waktu. Karena Allah lah yang menciptakan ruang dan waktu itu sendiri. Oke mungkin bisa kelihatan "masuk akal" mamen. Pertanyaannya, apa dalilnya? Kenapa harus minta dalil? Kan kita bukan nabi mamen. Dalam beragama, wahyu tidak turun melalui kita. Wahyu turun melalui lisan Rosulullah Shalallahi'alaihiwasalam. Konsekuensinya kita harus mengimani yang Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan.

Berbicara mengenai perkara sifat-sifat Allah itu perlu disandarkan kepada kabar-kabar yang Rosulullaah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan. Mamen, WE HAVE NO IDEA ABOUT THIS kecuali disandarkan kepada dalil. Kita tidak bisa mengatakan Allah itu tidak terikat kepada dimensi ruang dan waktu jika tidak ada dalil. Kita tidak bisa berbicara Allah itu ada dimana-mana jika tanpa dalil. Kita tidak bisa mengatakan Allah itu ada di langit jika tanpa dalil.

Oke perhatikan hadits berikut. Di dalam Shohih Muslim, dan Sunan Abi Daud, Sunan An Nasa`i, dan lainnya dari sahabat Mu’awiyah bin Hakam as Sulami, ia berkata: Aku punya seorang budak yang biasa menggembalakan kambingku ke arah Uhud dan sekitarnya, pada suatu hari aku mengontrolnya, tiba-tiba seekor serigala telah memangsa salah satu darinya -sedang aku ini seorang laki-laki keturunan Adam yang juga sama merasakan kesedihan- maka akupun amat menyayangkannya hingga kemudian akupun menamparnya (menampar budaknya, pent.), lalu aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kuceritakan kejadian itu padanya. Beliau membesarkan hal itu padaku, aku pun bertanya, “Wahai Rosulullah apakah aku harus memerdekakannya?” Beliau menjawab, “Panggil dia kemari!” Aku segera memanggilnya, lalu beliau bertanya padanya, “Di mana Allah?” Dia menjawab, “Di langit.” “Siapa aku?” tanya Rosul. “Engkau Rosulullah (utusan Allah)” ujarnya. Kemudian Rosulullah berkata padaku, “Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang mu`min.” (HR Muslim)

Perhatikannya, dari riwayat di atas kita bisa ambil 3 pelajaran penting. Pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan keimanan sang budak ketika ia mengetahui bahwa Allah di atas langit. Kedua: Disyari’atkannya ucapan seorang muslim yang bertanya “Di mana Allah?”. Ketiga: Disyari’atkannya bagi orang yang ditanya hal itu agar menjawab, “Di atas langit.”

Oke, sudah terjawab. Allah dimana? Di langit. Bolehkah bertanya Allah itu dimana? Boleh.

Tidaklah mengherankan bila kemudian penetapan bahwa Dzat Allah di atas langit menjadi keyakinan para imam yang empat, imam Abu Hanifah berkata, “Barangsiapa yang mengingkari Allah ‘azza wa jalla di langit maka ia telah kufur!” Imam Malik mengatakan, “Allah di atas langit, sedang ilmuNya (pengetahuanNya) di setiap tempat, tidak akan luput sesuatu darinya.” Imam asy Syafi’i berkata, “Berbicara tentang sunnah yang menjadi peganganku dan para ahli hadits yang saya lihat dan ambil ilmunya seperti Sufyan, Malik, dan selain keduanya, adalah berikrar bahwa tidak ada ilah (yang berhak untuk diibadahi secara benar) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu di atas ‘arsy di langit…” Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, “Apakah Allah di atas langit yang ke tujuh di atas ‘arsyNya jauh dari makhlukNya, sedangkan kekuasaanNya dan pengetahuanNya di setiap tempat?” Beliau menjawab, “Ya, Dia di atas ‘arsy-Nya tidak akan luput sesuatupun darinya.” (Lihat kitab Al ‘Uluw, Imam adz Dzahabi).



Jika mamen belum mantap dengan jawaban itu. Silakan dibuka mushaf Al Quran mamen. Lalu cari ayat-ayat berikut,


  • ”Apakah kamu merasa aman terhadap DZAT yang di atas langit, bahwa Ia akan menenggelamkan ke dalam bumi, maka tiba-tiba ia (bumi) bergoncang ?” (Al-Mulk : 16) Pertanyaan : Siapakah DZAT yang di atas langit tsb ? 
  • ”Mereka (para Malaikat) takut kepada Tuhan mereka yang berada di atas mereka, dan mereka mengerjakan apa-apa yang diperintahkan”. (An-Nahl : 50). Pertanyaan : Siapakah Tuhan mereka yang berada di atas mereka ? 
  • ”Wahai Isa ! Sesungguhnya Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku” (Ali Imran : 55). Artinya : ”Tetapi Allah telah mengangkat dia (yakni Nabi Isa) kepada-Nya” (An-Nisa’ : 158). Pertanyaan : mengangkat itu dari mana ke mana ? berarti Yang mengangkat dimana ? 
  • Artinya : ”Dan berkata Fir’aun : Hai Haman! Buatkanlah untukku satu bangunan yang tinggi supaya aku (dapat) mencapai jalan-jalan. (Yaitu) jalan-jalan menuju ke langit supaya aku dapat melihat Tuhan(nya) Musa, karena sesungguhnya aku mengira dia itu telah berdusta”. (Al-Mu’min : 36-37. Al-Qashash : 38). Pertanyaan : kira-kira apa yang dikatakan Musa as kpd fir’aun sehingga fir’aun membuat bangunan yang tinggi supaya dapat menuju ke langit supaya dapat melihat Tuhan(nya) Musa ? 
  • Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : Artinya : ”Orang-orang yang penyayang, mereka itu akan disayang oleh Allah Tabaaraka wa Ta’ala (Yang Maha berkat dan Maha Tinggi). oleh karena itu sayangilah orang-orang yang di muka bumi, niscaya Dzat yang di atas langit akan menyayangi kamu”. (Shahih. Diriwayatkan oleh Imam-imam : Abu Dawud No. 4941. Ahmad 2/160. Hakim 4/159. dari jalan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash. Hadits ini telah dishahihkan oleh Imam Hakim dan telah pula disetujui oleh Imam Dzahabi.
  • ”Barangsiapa yang tidak menyayangi orang yang dimuka bumi, niscaya tidak akan di sayang oleh Dzat yang di atas langit”. (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Thabrani di kitabnya ”Mu’jam Kabir No. 2497Pertanyaan : Siapakah Dzat yang di atas langit yang dimaksud? 
  • ”Tidakkah kamu merasa aman kepadaku padahal aku orang kepercayaan Dzat yang di atas langit, datang kepadaku berita (wahyu) dari langit di waktu pagi dan petang”. (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim 3/111 dan Ahmad 3/4 dari jalan Abu Sa’id Al-Khudry).Pertanyaan : Siapakah Dzat yang di atas langit yang dimaksud? 
  • ”Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya ! Tidak seorang suamipun yang mengajak istrinya ke tempat tidurnya (bersenggama), lalu sang istri menolaknya, melainkan Dzat yang di atas langit murka kepadanya sampai suaminya ridla kepadanya ”.(Shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim 4/157 dari jalan Abu Hurarirah).Pertanyaan : Siapakah Dzat yang di atas langit yang dimaksud? 
  • ”Silih berganti (datang) kepada kamu Malaikat malam dan Malaikat siang dan mereka berkumpul pada waktu shalat shubuh dan shalat ashar. Kemudian naik malaikat yang bermalam dengan kamu, lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka, padahal Ia lebih tahu keadaan mereka : ”Bagaimana (keadaan mereka) sewaktu kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku ? Mereka menjawab : ”Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami datang kepada mereka dalam keadaan shalat”. (Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari 1/139 dan Muslim 2/113 dll).Pertanyaan : kemana malaikat pergi menghadap Tuhannya? 
  • ”Jabir bin Abdullah telah meriwayatkan tentang sifat haji Nabi dalam satu hadits yang panjang yang didalamnya diterangkan khotbah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di padang ‘Arafah : ”(Jabir menerangkan) : Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat jari telunjuknya ke arah langit, kemudian beliau tunjukkan jarinya itu kepada manusia, (kemudian beliau berdo’a) : ”Ya Allah saksikanlah ! Ya Allah saksikanlah ! ( Riwayat Imam Muslim 4/41). Pertanyaan : Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat jari telunjuknya ke arah langit? 
  • Umar bin Khatab pernah mengatakan : Artinya : ”Hanyasanya segala urusan itu (datang/keputusannya) dari sini”. Sambil Umar mengisyaratkan tangannya ke langit ” [Imam Dzahabi di kitabnya ''Al-Uluw'' hal : 103. mengatakan : Sanadnya seperti Matahari (yakni terang benderang keshahihannya)]. Pertanyaan : Kenapa Umar mengisyaratkan tangannya ke langit? 
  • Anas bin Malik menerangkan : Artinya : ”Adalah Zainab memegahkan dirinya atas istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : ”Yang mengawinkan kamu (dengan Nabi) adalah keluarga kamu, tetapi yang mengawinkan aku (dengan Nabi) adalah Allah Ta’ala dari ATAS TUJUH LANGIT”. Dalam satu lafadz Zainab binti Jahsyin mengatakan : ”Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku (dengan Nabi) dari atas langit”. (Riwayat Bukhari juz 8 hal:176).Pertanyaan : dimanakah Allah menurut Zainab ?


Hanya ada 2 pilihan mamen:


  • Beriman dengan apa yang dikatakan Allah dan Rasulnya dengan mengucapkan sami’na wa ato’na dan itu adalah jalan yang selamat,
  • Ingkari ayat dan hadits tersebut, engkau dustakan dan berani membantah kalamulloh


sumber :
darussunnah.or.id
murnikantauhid.wordpress.com

picture & artikel : Al-Uyeah
DI MANA ALLAH ?

FeedLangganan Artikel Terbaru via Email

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan Meninggalkan Pesan/Pertanyaan di bawah ini atau di sini.

Top